Mengapa Ulang Tahun Budi Luhur 1 April
Prambanan
Yogyakarta
Antara 2017-2018
Disuatu sore hari saat berkunjung ke Bpk. Djaetun HS bersama Bpk. Moh.Sjukani di Prambanan.
Tepatnya di rumah beliau di Manisrenggo, kami berbincang-bincang di teras depan. Tidak ada sesuatu
yang resmi atau formal yang kami sampaikan. Karena memang sudah bertahun-tahun sejak kami, saya
dan Bpk. Sjukani, tidak punya jabatan formal kedatangan kami ke Prambanan lebih berorientasi silaturahmi. Kangen-kangenan. Saling Menyapa. Pokoknya yang ringan-ringan, mendengarkan ce
rita beliau yang selalu menarik untuk kami, dan selalu diselipi dengan petuah, pandangan hidup dan tuntunan kebajikan yang memang sudah begitu dari sononya.
Memang awal-awalnya beliau suka bertanya :”Ada berita apa Mas”, atau “Si Fulan bagaimana Mas” dan beragam pertanyaan tentang aktivitas maupun orang-perorang.
Namun sejak awal memang kami tidak pernah menjawab dan selalu bilang
“Nggak tahu” atau “Nggak denger”,
Entah kesal atau memang bisa menghargai positioning yang kami ambil, akhirnya pertanyaan-
pertanyaan yang menyangkut kehidupan UBL tidak pernah ditanyakan lagi.
Pembicaraan hanya seputar kehidupan pribadi dan keluarga
yeee hia.
Sore itu ngobrol di teras sambil menunggu malam datang, kita bersepakat untuk makan malam , entah
nama restorannya apa, yang penting makaaan, he he he.
Seingat saya saat itu di sekitar awal Maret hanya lupa tahunnya 2017 atau 2018, kami bertiga duduk di
teras depan beliau seperti biasanya duduk menghadap ke arah jalan, Pak MS disebelah beliau, dan saya
di kursi yang lain.
Canggih memang Pak MS, Bpk. DHS tidak akan membolehkan beliau jauh-jauh, kalau muat pasti
dikursi/sofa yang sama, atau setidaknya dalam jangkauan atau rengkuhan tangan beliau.
Di mobil punpasti sebaris dengan beliau di baris tengah, saya yang di depan dengan supir, seolah-olah ajudan beliau
, he he he.Obrolan ringan ringan menghabiskan waktu, atau orang jawa bilang obrolan ngalor-ngidul sampailah
pada pertanyaan saya ke beliau. “Pak kok Budi Luhur ulang tahunnya 1 April”
Beliau langsung memandang saya dan menjawab dengan santai, namun terasa tegas
“Lah Kamu Yang Milih Kok Nanya?”
“Kan kamu yang bilang, agar mudah diingat orang, soalnya April Mop”, sambung beliau.
Dalam hati saya langsung berpikir “Waduh kok bisa lupa ya”.
Bpk. DHS langsung menyambung dengan kalimat pengingat
“Ingat nggak Hes, kita waktu itu di Budi Utomo sore-sore sedang memikirkan kapan mau meresmikan
AIK dengan tumpengan bersama anak-anak 78” .
Dengan mahasiswa angkatan 1978 maksudnya. Kemudian saat itu disambung lagi oleh beliau
“Kan saya tanya sama kamu, Enaknya kapan ya ?”
Saya langsung seperti tersadar, seperti bangun dari koma barangkali, karena semua memori tentang itu
seakan terhapus dari ingatan, atau berada di alam bawah sadar.
Sambil mendengarkan beliau melanjutkan kalimatnya, semua peristiwa yang terjadi saat itu di tahun
1979 seakan-akan menari-nari di depan mata.
Terus dilanjutkan “Kamu kan yang bilang 1 April saja kan April Mop biar mudah diingat”
Kalimat beliau membawa pikiran saya untuk flashback ke tahun 1979, ke Jl. Budi Utomo 11, sebelah
RTM, Rumah Tahanan Militer, diujung arah ke Jl. Gunung Sahari.
Saat itu saya karyawan rendahan, seorang yang terpaksa bekerja sebagai pesuruh kantor akibat harus
berhenti kuliah dari FTUI dengan NIM 047101028, 04 teknik, 71 angkatan, 01 sipil, 028 nomor urut.
Kapan-kapan saya ceritakan deh kok bisa kerja jadi pesuruh kantor.
Yang punya mimpi ingin jadi jago komputer gara-gara lihat iklan sekolah komputer di koran, lupa
korannya apa. Iklan dari IIK, Institut Ilmu Komputer, yang menjanjikan untuk jadi ahli dibidang
komputer, bahkan sudah bisa mencari kerja setelah menyelesaikan tahun pertama.
Saat itu komputer adalah sesuatu yang belum bisa dibayangkan seperti apa, cuma pernah dengar dan
pasti canggihlah, pasti istimewalah orang-orangnya.
Tahun 1978 mendaftarlah saya ke IIK di Jl. Budi Kemuliaan. Tempat kuliahnya ternyata hotel, weleh-
weleh hotel full AC. Hotel Sabang Setiabudi.
Boro-boro AC di rumah, kipas angin saja ngak punya. Kuliah dengan perasaan campur aduk, karena ingin mengubah nasib, setelah dengan segala keterpaksaan dan kesedihan harus berhenti dari FTUI. Berhenti
dan bukan DO. Eit ngelantur lagi bukan IIK yang mau diceritakan, ini episode lain yah.
Begitu matahari sudah mulai masuk ke peraduannya, beliau bertanya “Gimana Hes mau Maghrib dulu
sebelum cari makan atau langsung saja?”
Saya lihat-lihatan dengan P. MS, “Terserah”, kata Pak. MS
“Langsung saja Pak, saya dan Pak. Sjukani kan musafir”, jawab saya ke Bpk. DHS.
“Ya sudah, yuk berangkat”, ajak beliau.
Pajero Sport sudah dihidupkan, pintu sudah terbuka, siap menunggu.
Seperti sudah diduga, Bpk, Djaetun dibangku tengah kiri, Pak. Sjukani bangku tengah kanan, di belakang supir dan saya biasa “ajudan” di depan kiri. Badan besar tapi kursi harus rapat ke depan, lah ada Bpk.Djaetun di belakang saya.
Begitu mobil bergerak, beliau bertanya “Sudah pernah makan di …”, Kurang jelas nama restoran yang
disebut beliau, yang melintas di pikiran hanya, mau dimana, makan apa, yang penting maakaaaan. Maka jawaban saya “Belum pak”. Mau sudah, mau belum, yang penting makan kan ?
dan masa iya Bpk Djaetun ngajak makan yang tidak enak. He he he.
Langsung beliau berbahasa Jawa ke sopirnya Pak Boman
“Neng iku loh Man, sing cedak ,,,,,,,”
Selesai makan beliau bertanya “Nginap dimana Hes?”
Saya jawab “Hotel Ibis Malioboro Pak”
“Man, neng Hotel Ibis sik yo, ngeterno Pak Sjukani karo Pak Hestya” Ujar beliau ke Boman supirnya.
Beliau sudah tidak heran lagi kalau kami ke Yogya, Pak Sjukani selalu bahkan harus menginap di HotelIbis Malioboro.
Dipikir-pikir kok ya bisa, saya yang usul 1 April malah saya yang lupa he he he
He he he akhir cerita keeenyaaannnnnng.